Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 September 2017

PLBN Skouw : Ikon Baru Kota Jayapura


PLBN Skouw
Indonesia adalah negara yang sangat luas, salah satu buktinya dari Jakarta ke Jayapura naik pesawat Garuda butuh waktu 5 jam ditambah perbedaan waktu 2 jam. Berangkat dari Jakarta hari minggu jam 11 malam sampai di Jayapura hari senin jam 6 pagi, bandingkan dengan  lama perjalanan Jakarta Bangkok  yang lebih pendek 3,5 jam. Sambil menguap berkali-kali karena sangat mengantuk, saya tetap menjalankan tugas kantor pada hari senin. Sampai hari hari Jumat sore tugas kantor selesai, saatnya diajak panitia jalan-jalan ke PLBN Skouw perbatasan Jayapura Papua dan Papua New Guinea.

Perjalanan menuju PLBN Skouw

Perjalanan yang kami tempuh dari Jayapura ke PLBN Skouw sekitas 1,5 jam, melewati jalan beraspal dua jalur yang mulus. Pemandangan kiri kanan didominasi padang rumput belukar, yang tumbuh mepet ke sisi jalan dan pemukimam penduduk letaknya berjauh-jauhan. Beberapa bagian jalan sedang diperbaiki, jalan beraspal ditinggikan dengan lapisan aspal baru. Mendekati bangun PLBN, bendera merah putih menghiasi kiri-kanan jalan dan terlihat beberapa pos penjagaan TNI angkatan Darat.

Pasar yang hampir selesai dibangun menyambut kami ketika memasuki pintu gerbang PLBN. Bangunan yang pasar lama terbuat dari kayu-kayu dirobohkan diatasnya dibangun bangunan beton dengan atap berbentuk seperti atap rumah Honai, rumah khas papua. Salah satu pengunjung dari rombongan kami harus meninggalkan ktp pada petugas TNI angkatan Darat yang sedang berjaga-jaga.

Kawasan PLBN Skouw

Jalan lebar menuju gedung utama dengan dengan kiri kanan taman yang masih baru dan beberapa gedung lain termasuk klinik kesehatan. Tulisan "Border Post of The Republic Of Indonesia" berukuran besar berwarna merah putih dengan latar belakang gedung utama PLBN menjadi spot foto yang sangat menarik bagi kami. Dua gedung besar imigrasi yang berdiri sejajar terlihat sangat megah. Gedung ini mengadaptasi rumah Tangfa, rumah khas lokal Papua serta ornamen Papua menghiasi sisi luar bangunan. 
Patung Garuda Pancasila dibelakang gedung PLBN



Gedung sebelah kiri dari arah pintu masuk PLBN adalah pintu keluar wilayah Indonesia menuju Papua New Guinea, sedangkan gedung sebelah kanan untuk pintu masuk menuju wilayah Indonesia. Kami masuk ke gedung sebelah kiri karena ingin mengunjungi Papua New Guinea. Suasana dalam gedung terasa sangat lapang dan bersih dan barang bawaan kami kemudian diperiksa di alat X-Ray. Keluar dari gedung imigrasi, terlihat patung garuda Pancasila yang menjadi spot foto menarik berikutnya dengan latar belakang gedung imigrasi.

Pintu Gerbang Masuk Wilayah Indonesia


Kami berjalan lagi menyusuri jalan menuju pintu gerbang perbatasan bagian Indonesia yang ditandai gapura besar ditengahnya lambang garuda pancasila dan dihiasi dengan burung cendrawasih dan ukiran khas papua (spot foto lagi). Seratus meter dari pintu perbatasan Indonesia, berdiri pintu perbatasan Papua Nugini, zona 100 meter antara kedua pintu gerbang ini disebut zona bebas. Tidak jauh dari pintu gerbang berdiri tegak menjulang tinggi menara pandang setinggi 40-50 meter. Pengunjung boleh naik ke puncak menara pandang bila sanggup.

Pintu Gerbang Papua New Guinea
Kami tidak dapat menyebrang ke wilayah Papua Nugini karena pintu perbatasan sudah ditutup jam 4, kami datangnya sangat mepet dengan jam tersebut. Banyak sekali yang berkunjung ke PLBN ini, terlihat mobil-mobil dinas kementrian dan pengunjung berbaju batik (kebanyakan kementrian menerapkan seragam hari jumat adalah batik). Pada waktunya weekend dan hari pasar, PLBN ini lebih ramai lagi. PLBN ini telah menjadi ikon pariwisata dan pusat perekonomian baru kota Jayapura.

Pembangunan PLBN Skouw

Keadaan ini sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, jalanan menuju PLBN ini tidak terawat dan tidak beraspal mulus. PLBN ini sangat gersang dengan bangunan tua dan suram sehingga tidak menarik dikunjungi. Pengunjung ke PLBN Skouw lebih tertarik berfoto di pintu gerbang Papua New Guinea. Kawasan perbatasan ini tidak mendapat perhatian dari pemerintah sehingga tetap terbelakangan, kumuh, dan tertinggal.

Keadaan berubah sejak awal pemerintahan presiden Jokowi yang menegaskan bahwa pos lintas batas negara (PLBN) adalah pintu depan bangsa Indonesia, cerminan kebanggaan, nasionalisme dan harga diri bangsa, oleh karena itu presiden Jokowi menginginkan kawasan ini maju, terbuka dan terdepan.

Presiden Jokowi menerbitkan Inpres Nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan Tujuh PLBN Terpadu dan Sarana-prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan. Revitalisasi didukung juga dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Pembangunan PLBN Skouw dimulai sejak Desember 2015, selesai November 2016 dan diresmikan oleh presiden Jokowi Mei 2017. Pembangunan yang telah selesai ini adalah tahap I meliputi bangunan utama PLBN, seperti bangunan pemeriksa terpadu keberangkatan dan kedatangan, klinik, car wash, gudang sita, jembatan timbang, koridor pejalan kaki dan bangunan pendukung lainnya.

Kawasan pendukung juga sedang dibangun (Tahap II) pasar dan area komersial untuk 400 kios, wisma Indonesia, mess pegawai dan pos pengamanan perbatasan serta infrastruktur permukiman, terutama air bersih dengan kapasitas 50 liter per detik.

Selama hampir sejam foto-foto bernarsis ria di PLBN, tibalah saatnya kembali ke Jayapura. Didekat pintu gerbang ada lapak pak tua yg menjual twisties cemilan khas Papua Nugini yang djual seharga 5 ribu rupiah. Perjalanan kembali ke Jayapura terasa lebih singkat dan benar sekali sangat terasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia ketika melihat gedung perbatasan Indonesia jauh lebih bagus dari negara tetangga Papua New Guiena.

Semoga pembangunan tahap selanjutnya PLBN berjalan lancar dan semakin memajukan kawasan PLNB dan ekonomi masyarakat sekitar.

Minggu, 06 Agustus 2017

Wisata Rohani Holyland : Mesir (1)

"Cariin yah nak info tour ke Israel, mumpung mama masih kuat jalan, ayo kita kesana". Demikianlah kata-kata mama setiap kali menelpon. 

Pada awalnya kami akan ikut tour bersama sepupu mama. Eh ternyata gagal berangkat karena kurang peminat, padahal cuti sudah disetujui bos. Cari-cari lagi deh tour yang lain. Hasil tanya-tanya beberapa teman, jatuhlah pilihan pada HMT Tour dan Travel. Puji Tuhan pas banget ada keberangkatan sesuai dengan rencana awal.

Enaknya ikut tur, urusan visa, itinerari dan tiket, semua beres. Pengalaman pertama kali nih ikut tur keluar negeri, seringnya backpacker.

Melihat senyum bahagia di wajah mama, sangat membahagiakan. Akhirnya kami punya kesempatan melihat tanah Israel, tanah perjanjian, tempat terjadinya peristiwa-peristiwa di Alkitab. Kami berangkat dari terminal 3 bandara Soekarno Hatta dengan Emirates Air menuju Dubai untuk transit. Sekitar 2 jam transit lanjut menuju bandara Kairo Mesir.

MESIR

Panas, gersang, penuh debu demikian kesan pertama kota Kairo. Saya mengira Kairo mirip-mirip Jakarta karena Mesir juga negara berkembang dan dikenal memiliki sistem pendidikan yang baik seperti Al Azhar. Ternyata Kairo jauh lebih kumuh dibanding Jakarta, terlihat seperti habis perang. Sebagian besar gedung dan apartemen bertingkat dibiarkan belum selesai dibangun. Tujuannya menghindari pajak, karena bangunan yang belum selesai tidak perlu membayar pajak walaupun sudah ditempati.
Kairo

Mobil-mobil yang berkeliaran di jalan  kota Kairo terlihat sangat tua dan usang (mobil sedan dan kijang jadul). Kemiskinan terlihat sangat nyata. Ironis sekali padahal Mesir punya sumber penghasilan yang memadai; pariwisata Mesir sangat menarik dengan peradabannya yang sangat tua, ladang minyak dan gas serta terusan Suez penghubung Eropa dan Asia. Akan tetapi semua kekayaan itu, hanya dinikmati pemerintah berkuasa dengan sistem pemerinthan yang sarat korupsi berat.  Revolusi 2011 belum berhasil mengangkat perekonomian Mesir.

Hari Pertama

Kedatangan kami di Kairo disambut dengan tarian Tanoura diiringi musik khas Mesir. Para penari memutar-mutar rok warna-warni berukuran besar. Kami ditemani pemandu lokal Mesir, Atef dan Roberto (SITO Tour) serta pak Martin (HMT Jakarta). Atef sangat fasih berbahasa Indonesia, sangat pandai membuat suasana ceria dan santai, dengan lelucon-lelucon segar dan menyanyi bersama di sepanjang jalan. Wifi tersedia di dalam bus, komunikasi dan eksis di media sosial lancar jaya. 

Tujuan pertama kota tua Kairo. Memasuki kota tua Kairo banyak sekali pedagang cenderamata menawarkan dagangannya dengan bahasa Indonesia, teriakan sapuluh tiga menggema (artinya wisatawan Indonesia banyak berkunjung ke lokasi ini dan doyan belanja).  

Sinagoga Ben Ezra

Kami berjalan menuruni tangga menyusuri lorong-lorong menuju Sinagoga Ben Ezra (tempat ibadah agama Yahudi) yang dipercaya merupakan lokasi putri Firaun menemukan bayi Musa. Fungsinya sekarang sebagai museum tidak lagi untuk tempat ibadah, karena populasi orang Yahudi di Kairo menurun drastis. 
Tempat Penemuan Bayi Musa
 Gereja Abu Serga

Selanjutnya menuju Gereja Abu Serga, Gereja koptik Mesir tertua di kota Kairo. Gereja ini diyakini menjadi tempat tinggal keluarga kudus (Yesus, Maria dan bayi Yesus) selama tinggal di Mesir untuk menghindari pengejaran Herodes. Gua tempat tinggal dan sumur keluarga kudus ini ditemukan di bawah gereja. Menarik sekali bentuk atap gereja menyerupai bahtera Nuh dengan 12 tiang penyangga (melambangkan 12 murid Tuhan Yesus).

Gereja Abu Serga
Gereja Gantung

Kembali ke jalan utama, kami menuju gereja gantung. Gereja ini dinamakan demikian karena dibangun di atas pintu selatan benteng romawi. Kayu pohon kelapa dan lapisan batu dipasang diatas reruntuhan benteng tersebut sebagai pondasi. Gereja ini menjadi saksi mujizat, Matius 17:20 (TB)  Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. Gunung Mukhatam di kota Kairo berpindah sejauh 3 km. (Cerita lengkapnya dibagian lain blog ini).

Gereja Gantung
Kami masuk kembali ke bus setelah selesai berkeliling. Pemandu wisata kemudian menawarkan cendramata pedagang dalam bus, yang harganya murah. Satu paket berisi 20 dompet kecil seharga 10 dolar (135 ribu). Pemandu wisata hanya mengijinkan kami membeli cenderamata itu di dalam bus demi alasan keamanan dan efisiensi waktu.

Gereja Alkitab Mengapung

Menjelang sore, kami menuju gereja alkitab mengapung di tepi sungai Nil. Menurut sejarah pada tahun 1976 ditemukan alkitab mengapung di sungai Nil di depan gereja ini, dan tepat terbuka pada bagian Yesaya 19:25 ; yang diberkati oleh TUHAN semesta alam dengan berfirman: "Diberkatilah Mesir, umat-Ku, dan Asyur, buatan tangan-Ku, dan Israel, milik pusaka-Ku." Alkitab tersebut tersimpan di dalam gedung gereja.

Alkitab mengapung di sungai Nil
Perjalanan hari ini diakhiri dengan menikmati indahnya sunset di sungai Nil dari atas kapal cruise dengan tiupan angin yang sangat kencang, dilanjutkan dengan makan malam di kapal. Berbagai macam makanan khas Mesir tersaji dan yang utama nasi juga ada. (Setiap kali makan selalu tersedia nasi karena restoran China/Asia yang paling sering kami kunjungi).

Sunset di Sungai Nil
Sambil menikmati makan kami dihibur dengan tari perut khas Mesir. Penari wanita meliuk-liukan perutnya mengikuti irama. Penampilan berikutnya tarian Sufi Tanoura. Penari pria dengan rok panjang berwarna warni berputar-putar selama lebih dari satu jam dan tidak kelihatan pusing padahal yang melihat saja pusing. Penampilannya menjadi semakin semarak dengan pakaian berlapis-lapis dihiasi lampu warna warni sehingga ketika berputar tampak sangat mempesona.

Penari terus berputar dengan rok berhiaskan lampu
Kami menginap di hotel InterContinental di depan lapangan Tahrir. Lapangan ini adalah lokasi unjuk rasa besar-besaran Mesir pada tahun 2011 untuk menggulingan diktator presiden Husni Mubarak (seperti unjuk rasa mahasiswa untuk menggulingkan presiden Soeharto).

Hari Kedua

Bus yang kami tumpangi bergerak menuju gereja sampah. Sampai di kawasan Zabbaleen kami berpindah ke bus yang lebih kecil karena jalanannya sempit. Kawasan Zabbaleen ini dihuni penduduk Kristen Koptik yang bekerja sebagai pemulung sampah. Bau menyengat tercium sepanjang perjalan, sampah berserakan dimana-mana, dan lalat-lalat dengan bebas berkeliaran. Rumah-rumah penduduk umumnya bertinggat dua. Lantai dasar sebagai gudang sampah dan lantai atas sebagai tempat tinggal.

Gereja Sampah

Sekitar 10 menit perjalanan kami sampai di Gereja Sampah (St.Simon The Tunner). Gereja ini dibangun pada gua alami bukit Mukhatam. Gereja terbesar di Mesir yang dapat menampung ribuan jemaat. Lukisan mujizat bukit Mukhatam menghiasi gereja ini, gunung Mukhatam terangkat, sehingga matahari tampak bersinar di antara gunung dan tanah.

Gereja Sampah
Piramid Ginza

Perjalan selanjutnya menuju komplek piramida Giza. Terdapat 3 piramida besar yaitu piramida Khufu (piramida agung Giza), piramida Khafre, piramida Menkaure dan Spinks (patung singa berkepala manusia). Piramida Agung Giza merupakan piramida tertua dan terbesar di antara ketiganya. Piramida ini termasuk 7 keajaiban dunia masa lampau, tertua dan satu-satunya yang masih utuh (bangunan lainnya sudah hancur). 

Keindahan ketiga piramida ini, paling asik bila dinikmati di kawasan tertinggi di kompleks ini yang disebut Panorama. Piramida terlihat berdiri megah di tengah padang pasir. 
Piramida dari puncak panorama
Pedagang cenderamata juga memenuhi piramida, tetap dengan sapuluh tiga (bahasa indonesia) mereka menawarkan barang dagangannya.

Sayang sekali kami tidak bisa mendaki gunung Sinai karena alasan keamanan (beberapa hari sebelumnya terjadi penembakan di kawasan Sinai). Padahal saya sudah latihan jalan 5 km hampir setiap hari. Alasan keamanan ini juga membuat selama berwisata di Mesir kami ditemani body guard.

Hari ke 3

Jam 6 pagi kami sudah siap berangkat menuju Sharm El Sheikh. Di tengah perjalanan kami singgah Mara (Keluaran 15). Ceritanya seperti ini, dalam perjalanan bangsa Israel melarikan diri dari Mesir menuju tanah Kanaan, mereka berhenti di padang Syur. Tiga hari berjalan di padang gurun itu mereka tidak menemukan air. Sampai di Mara mereka tidak dapat meminum air yang ada di sana karena rasanya pahit. Mereka bersungut-sungut kepada Musa. Musapun berseru pada Tuhan, dan Tuhan menunjukkan sepotong kayu, yang kemudian dilemparkan Musa ke dalam air, maka berubalah air pahit menjadi air manis.

Sekarang yang tersisa, sumur kering dikelilingi pohon kurma. Beserta anak-anak Bedoin yang menjual cendera mata.

Sumur Mara
Memasuki kota pariwisata Sharm El Sheikh terasa suasana yang sangat berbeda dengan Kairo, jalan, hotel dan resort tertata rapi. Suasana berlibur sangat terasa. Kami menikmati suasana pantai, laut merah dan terumbu karang yang indah dengan kapal glass boat.
Sharm El Sheikh
Hari ke 4

Melewati padang pasir gersang yang di tengah panasnya terik matahari, bus kami menuju perbatasan Israel dan Mesir (Taba border). Kami mendapat hadiah kertas papyrus dari sepuluh perintah Allah dalam bahasa Ibrani (lumayan buat pajangan).


Hari ini kantor perbatasan Mesir sangat ramai, tetapi amat disayangkan jalur pemeriksaan pasport untuk warga yang akan masuk dan keluar dari Mesir dalam satu gedung dan lewat pintu yang sama. Akibatnya terjadi penumpukan, dan antrian mengular keluar gedung dalam keadaan udara yang sangat panas. 
Keluar dari kantor perbatasan Mesir kami menuju kantor perbatasan Israel. Kami berbaris diluar pintu masuk dengan barang bawaan masing-masing. Petugas kemudian memanggil 10 orang untuk masuk ke ruang tunggu. Bentuk ruang tunggunya seperti antrian di bank tertutup dan berpendingin ruangan sehingga terasa sejuk. Tentara Israel bersenjata lengkap berjaga-jaga serta dilarang mengambil gambar.

Satu persatu kami dipanggil, dicek pasport, dan barang-barang diperiksa dengan x-ray. Petugas kemudian memberikan kartu izin masuk Israel. Secara random petugas akan menyuruh orang-orang tertentu untuk membuka koper dan menunjukkan isinya. Selanjutnya kami menuju loket pemeriksaan pasport, dan wawancara, petugas yang saya temui bertanya dalam bahasa Indonesia.

Sebelum keluar dari gedung kami harus menunjukkan pasport dan kartu izin masuk Israel. Kartu ini tidak boleh hilang karena harus ditunjukkan kembali ke petugas ketika keluar dari Israel. Pemeriksaan di bagian Israel jauh lebih ketat dan berlapis-lapis dibanding Mesir, dan terlihat jauh lebih profesional.

Kami segera menuju bus yang baru (Royal tour, tour lokal Israel). Busnya jauh lebih bagus daripada bus di Mesir. Busnya baru dan masing-masing bangku terdapat charger hp.
Pada perjalanan Palestina dan Israel ini kami ditemani Safi Said (tour guide Kristen keturunan Arab Yunani) dan Musa (supir bis dengan perawakan botak dan gaya menyetir seperti Vin Dissel Fast and Furios).

Suasana sangat berbeda ketika kami memasuki kota wilayah Israel, padang pasir tampak lebih hijau, bunga-bunga bermekaran, jalan, gedung dan rumah jauh lebih tertata rapi. Kiri kanan jalan terlihat banyak green house buah-buahan dan sayur-sayuran serta deretan pohon-pohon kurma. Israel berhasil menjadikan padang pasir kering dan panas menjadi lahan pertanian. Kami melalui jalan 90 dari Eliath menuju Betlehem (jalan di Israel hanya diberi nomor tidak diberi nama). Menjelang malam kami sampai di Betlehem. Siap-siap berziarah di tanah perjanjian Israel.

Tips :
1. Gunakan sepatu yang nyaman dan tertutup, karena suasana sangat panas
2.  Nasi selalu tersedia, tapi bagi penggemar makanan pedas, sebaiknya membawa sambal sachet karena masakan Mesir sangat tidak pedas.
3.   Uang dollar USA bisa digunakan di Mesir, Israel dan Yordania. Bawalah pecahan kecil 1,2,5,10 dollar untuk membeli cendera mata dari pedagang-pedagang keliling yang harga barangnya sangat murah.
4.   Wifi ada di bus dan hotel, komunikasi dan eksis di media sosial lancar.

Lanjutan perjalanan Palestina dan Israel di blog berikutnya....